BAB 5
Dinamika Organisasi
1. Dinamika Konflik
Konflik adalah
segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih
pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan dalam organisasi, merupakan suatu
kelanjutan dari adanya komunikasi dan informasi yang tidak menemui sasarannya.
Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam
suatu interaksi.
2. Jenis dan Sumber Konflik
Jenis Konflik
Adapun mengenai jenis-jenis konflik,
dikelompokkan sebagai berikut :
Personrole conflict : konflik peranan yang terjadi
didalam diri seseorang. Konflik ini pada hakekatnya meminta kesadaran orang
untuk menaati peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada
organisasi.
Inter-role conflict : konflik antar peranan, yaitu
persoalan timbul karena satu orang menjabat satu atau lebih fungsi yang saling
bertentangan. Konflik ini dapat dihindari dengan mendefinisikan kembali tugas
yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang
tertentu sehingga akibat negative dwi fungsi diminimumkan.
Intersender conflict : konflik yang timbuk karena
seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang. Ini dapat dihindari dengan
memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Intrasender conflict : konflik yang timbul karena
disampaikannya informasi yang saling bertentangan.
Selain pembagian jenis konflik di atas masih ada
pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihak-pihak yang saling
bertentangan, yaitu :
Konflik dalam diri individu yang terjadi bila seseorang
individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk
melaksanakannya.
Konflik antar individu dalam organisasi yang sama,
dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian.
Konflik antar individu dan kelompok. yang berhubungan
dengan individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh
kelompok kerja mereka.
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama karena
terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
Konflik antar organisasi yang timbul sebagai akibat
bentuk persaingan ekonomi dalam system perekonomian suatu Negara.
Individu-individu
dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang
menyebabkan konflik. Secara lebih konseptual litteral mengemukakan empat penyebab
konflik organisasional, yaitu :
Suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai
Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau
alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai
Suatu masalah yang tidak tepatan status
Perbedaan presepsi
Didalam
organisasi terdapat empat bidang struktural, dan dibidang itulah konflik sering
terjadi, yaitu :
Konflik hirarkis adalah konflik antar berbagai tingkatan
organisasi
Konflik fungsional adalah konflik antar berbagai
departemen fungsional organisasi
Konflik lini-staf adalah konflik antara lini dan staf
Konflik formal informal adalah konflik antara organisasi
formal dan organisasi informal.
Secara
tradisional pendekatan terhadap konflik organisasional adalah sangat sederhana
dan optimistik. Pendekatan tersebut didasarkan atas tiga anggapan, yaitu :
1.
Konflik dapat di hindarkan
2.
Konflik diakibatkan oleh para pembuat masalah, pengacau
dan primadona
3.
Bentuk-bentuk wewenang legalistic
4.
Korban diterima sebagai hal yang tak dapat dielakkan
Apabila keadaan
tidak saling mengerti serta situasi penilaian terhadap perbedaan antar anggota
organisasi itu makin parah sehingga konsesus sulit dicapai, sehingga konflik
tak terelakkan. Dalam hal ini pimpinan dapat melakukan berbagai tindakan tetapi
harus melihat situasi dan kondisinya, yaitu :
Menggunakan kekuasaan
Konfrontasi
Kompromi
Menghaluskan situasi
Mengundurkan diri
Sumber Konflik
Sumber-Sumber
Konflik Organisasional, berbagai sumber utama konflik organisasional dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Kebutuhan untuk membagi sumber daya
– sumber daya yang terbatas.
Konflik ini
dapat timbul karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan
bagian terbesar sumber daya – sumber daya yang tersedia.
2. Perbedaan – perbedaan dalam berbagai
tujuan.
Kelompok-kelompok
organisasi cenderung menjadikan terspesialisasi atau dibedakan karena mereka
mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia yang tidak sama.
Perbedaan-perbedaan ini sering menyakibatkan konflik kepentingan atau
prioritas, meskipun tujuan organisasi sebagai keseluruhan telah disetujuin.
3. Saling ketergantungan
kegiatan-kegiatan kerja.
Konflik
potensial adalah terbesar apabila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya
karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.
4. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi.
Perbedaan-perbedaan
tujuan diantara anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan
dengan berbagai perbedaan sikap,nilai-nilai dan persepsi yang dapat menimbulkan
konflik
5. Kemenduaan organisasional
Konflik antar
kelompok dapat juga berasal dari tanggungjawab kerja yang dirumuskan secara
mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas.
6. Gaya-gaya individual.
Pada umumnya
konflik ini terjadi apabila para anggota kelompok sangat berbeda dalam hal
ciri-ciri seperti sifat kerja,umur dan pendidikan.
Konflik Antar Pribadi
Salah satu
penanganan analitis konflik antar pribadi dapat diperoleh dengan mempelajari
berbagai cara berbeda yang dipergunakan seorang “pribadi” untuk berinteraksi
dengan pribadi-pribadi lain. Menurut Jendela Johari, pribadi seseorang terbagi
menjadi 4 yaitu :
1.
Pribadi terbuka (open self), bentuk interaksi ini orang
mengenal dirinya sendiri dan orang lain.
2.
Pribadi tersembunyi (hidden self), bentuk ini orang
mengenal dirinya sendiri tetapi tidak mengenal pribadi orang lain.
3.
Pribadi buta (blind self), bentuk ini orang mengenal
pribadi orang lain tetapi tidak mengenal dirinya sendiri.
4.
Pribadi tak dikenal (undiscovered self),bentuk ini orang
tidak mengenal baik dirinya sendiri maupun orang lain.
Jendela Johari
hanya mengemukakan berbagai kemungkinan pola antar pribadi, tetapi tidak
menggambarkan situasi-situasi konflik antar pribadi yang mungkin terjadi.
Meskipun demikian jendela johari sangat berguna untuk menganalisa
situasi-situasi konflik tersebut.
Terdapat tujuh
pedoman bagi pengadaan umpan balik untuk hubungan-hubungan antara pribadi yang
efektif dapat diperinci sebagai berikut:
a. Menjadi lebih deskriptif daripada
bersifat pertimbangan
b. Menjadi lebih spesifik daripada umum
c. Menangani hal-hal yang dapat diubah
d. Bemberi umpan balik apabila
diinginkan
e. Memperhatikan motif-motif pemberian
dan penerimaan umpan balik
f. Memberikan umpan balik pada saat
perilaku berlangsung
g. Memberikan umpan balik bila
akurasinya dapat dicek dengan orang-orang lain
Konflik Organisasional
Dalam hal ini
litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional yaitu antara lain:
1.
Suatu situasi dimana tujuan – tujuan tidak sesuai
2.
Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau
alokasi-lalokasi sumber daya yang tidak sesuai
3.
Suatu masalah ketidaktepatan status
4.
Perbedaan presepsi
Konflik Struktural
Dalam
organisasi klasik ada empat bidang structural dimana konflik sering terjadi:
Konflik hirarkis,yaitu konflik antara berbagai tingkatan
organisasi
Konflik fungsional,yaitu konflik antara berbagai
departemen fungsional organisasi.
Konflik lini-staf,yaitu konflik antar lini dan staf.
Konflik formal – informal,yaitu konflik antara
organisasi formal dan informal.
3. Strategi Penyelesaian Konflik
Mengendalikan
konflik berarti menjaga tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan
organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika
organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan
disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan
cara:
1.
Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya
dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan
bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
2.
Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari
terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang
sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja.
3.
Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti : menambah
fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit
kerja.
4.
Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan
menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab
konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama.
5.
Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan
melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan.
6.
Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang
dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan
untuk menyelesaikan perselisihan.
7.
Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja,
dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan
berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama
lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
8.
Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara
mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil
dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.
4. Motivasi
Motivasi adalah
suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan
timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Mr. Donald : 1950).
Motivasi adalah
suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan/tingkah
laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan. (Drs. Moh. Uzer Usman : 2000)
Motivasi adalah
kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk berkelakuan
dan bertindak dengan cara yang khas (Davies, Ivor K : 1986)
Motivasi adalah
usaha – usaha untuk menyediakan kondisi – kondisi sehingga anak itu mau
melakukan sesuatu (Prof. Drs. Nasution : 1995)
Robbins dan
Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan
intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.
Samsudin (2005) memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan
motivasi sebagaiproses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap
seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah
ditetapkan.
Motivasi juga
dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai
desakan yang alami untuk memuaskan dan memperahankan kehidupan.
Mangkunegara (2005,61) menyatakan : “motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau
tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang
pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya
untuk mencapai kinerja maksimal”.
Sujono
Trimo memberikan pengertian motivasi adalah suatu kekuatan
penggerak dalam prilaku individu dalam prilaku individu baik yang akam
menentukan arah maupun daya ahan (perintence) tiap perilaku manusia yang
didalamnya terkandung pula ungsur-ungsur emosional insane yang
berasangkutan
Motivasi
adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya. (Mitchell, T. R. Research in Organizational
Behavior. Greenwich, CT: JAI Press, 1997, hal. 60-62.) Tiga elemen
utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
(Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku
1, Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232)
Berdasarkan
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
dapat dipandang sebagai fungsi, berarti motivasi berfungsi sebagai daya
enggerak dari dalam individu untuk melakukan aktivitas
tertentu dalam mencapai tujuan. Motivasi dipandang
dari segi proses, berarti motivasi dapat dirangsang
oleh factor luar, untuk menimbulkan motivasi dalam diri siswa yang
melalui proses rangsangan belajar sehingga dapat
mencapai tujuan yang di kehendaki. Motivasi daipandang
dari segi tujuan, berarti motivasi merupakan sasaran stimulus
yang akan dicapai. Jika seorang mempunyai keinginan
untuk belajar suatu hal, maka dia akan termotivasi untuk mencapainya.
Berdasarkan
teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan
Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi
adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang
tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya
dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi
dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan
dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya
memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua
tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajaryang tinggi. Maka,
perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat.
Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang
mengartikan motivasi sama dengan semangat.
5. Teori Motivasi
Teori motivasi
yang banyak dikemukakan oleh pada para ahli terbentuk dari definisi
motivasi yaitu ”kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang
bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik).” Unsur intrinsik dan ekstrinsik yang
mendasari motivasi inilah, melahirkan teori-teori motivasi menurut pada ahli
berikut ini :
Teori Motivasi Maslow
(Teori Kebutuhan)
Abraham H. Maslow mengemukan pendapat bahwa manusia
mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan yaitu meliputi :
Kebutuhan fisiologikal (physiological needs) – contohnya
rasa lapar, haus dan istitahat
Kebutuhan rasa aman (safety needs) – Meliputi
keamanan fisik, mental, psikologikal dan intelektual
Kebutuhan akan kasih sayang (love needs) – Menginginkan
kasih sayang keluarga
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs) – Menggambarkan
status sosial seseorang
Aktualisasi diri (self actualization) – Memiliki
kesempatan bagi seseorang, untuk dapat mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya untuk mengubahnya menjadi kemampuan nyata.
Teori Motivasi Herzberg
(Teori Dua Faktor)
Herzberg
memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman mengenai motivasi yang dengan
Model Dua Faktor dari motivasi, yaitu :
Faktor motivasional – antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain.
Faktor hygiene atau
pemeliharaan - meliputi status seseorang pada sebuah
organisasi, seperti hubungan seorang individu dengan atasannya dan atau
rekan-rekan sekerjanya. Kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Teori Motivasi Vroom (Teori
Harapan)
Dalam buku
karangannya yang berjudul “Work And Motivation” membahas motivasi dari
“Teori Harapan” adalah sebagai akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh
seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada
hasil yang diinginkannya itu.
Bisa dijelaskan
mengenai teori harapan, berarti berkata jika seseorang menginginkan sesuatu dan
harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, maka akan membuatnya sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya tersebut. Sebaliknya, jika
harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya
akan menjadi rendah.
Teori Motivasi Alderfer
(Teori “ERG)
Clyton Alderfer
mengemukakan teori motivasi yang dikenal dengan akronim “ERG” yang diambil dari
huruf-huruf pertama pada tiga istilah yaitu :
E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi)
R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain
G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Teori penetapan tujuan (goal
setting theory)
Edwin Locke
mmemberikan pendapat bahwa pada penetapan tujuan mempunyai empat jenis
mekanisme motivasional yang meliputi : tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
Tujuan-tujuan mengatur upaya
Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan
Teori-teori Motivasi Lainnya
Teori Penguatan dan
Modifikasi Perilaku
Dalam berbagai
teori motivasi banyak pembahasan yang menggolongkan terhadap model kognitif
motivasi karena didasari kebutuhan seseorang mengenai persepsi orang yang
bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Padahal dalam kehidupan
organisasional diakui bahwa keinginannya seseorang ditentukan pula oleh
berbagai konsekuensi ekstrernal.
Dalam hal ini
berlaku “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa “Manusia cenderung untuk
mengulangi perilaku yang mempunyai konsekUensi yang menguntungkan dirinya dan
mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.”
Sumber: